cerita kehidupan
Sebuah
Musolah berukuran 2x 1.5 meter, tergantung kaligrafi ayat kursi, sedikit lembab
dengan tumpukan tumpukan alat ibadah disampingnya, berada di lorong utama
menuju ruang keluarga dengan posisi menghadap ke barat, berbatasan langsung
dengan ruang makan, selalu terdengar alunan ayat suci yang dibacakan, tidak
terlalu merdu bagi yang tidak rutin mendengarkan, alunan ayat demi ayat
terdengar setelah adzan magrib sampai berkumandang adzan isya. Suara itu memang tidak cukup merdu, selalu
menarik untuk didengarkan, mempunyai intonasi yang sangat unik, sedikit
kesalahan ayat yang dibacakannya menandakan si empu rutin melantunkan ayat
suci, lebih mendekat lagi seorang anak kecil sekitar 7 tahun, 4 buah buku tas
bertulisakan “ben 10” membawa pensil dan memegang sebuah alat bantu hitung,
“sempoa” katanya, dengan raut muka
menunggu si empu suara mengajarkan dan mengoreksi hasil hitungnya, sementara
alunan ayat itu masih terdengar dari balik lorong. Diruang depan ternyata ada
seorang laki-laki dengan kacamata plusnya terlihat serius mengerjakan sesuatu
“bikin soal try out UN” katanya. Situasi ini sama sekali tidak terlihat seperti
terganggu dengan alunan ayat yang dibacakan keras sampai seluruh ruangan rumah
itu terdengar, mereka seperti terbiasa dengan situasi itu, “seperti menyetel
murotal”. Perjalanan menuju lorong, entah kenapa perasaan semakin dalam semakin
kuat semakin syahdu, mengajak kaki untuk tidak berhenti melangkah, tapi hati
menyuruh perlahan, berjalan jinjit sampailah tepat didepan musolah 2x1.15,
seseorang menggunakan mukena putih duduk bersila memangku seperti sebuah kitab,
terus melantunkan ayat demi ayat, setelah ia sadar ada seseorang yang
mengamati, wanita tua itu, dengan kacamata merah, kerut halus sangat terlihat,
tersenyum manis dan syahdu, itu ibuku! Air itu jatuh untuk kesekian kalinya,
untuk alunan ayat ibu.
Yogyakarta, 27 april 2012
Seorang
anak yang rindu ibu.
Komentar
Posting Komentar