Alina terkejut mendengar telepon selulernya
berdering, ia memang selalu serius dengan pekerjaanya, sampai sampai telepon
penting dari klien pun diabaikan. Entah mengapa pada hari itu ketika telepon
genggamnya berdering ia sangat ingin menganggatnya, namun ia abaikan. Beberapa menit
kemudian suara pesan masuk datang, ia kembali abaikan. Alina kembali berkutik
dengan aktivitasnya membuat laporan tengah tahun.
Jam dinding dalam ruangannya menunjukkan
pukul 21.00 WIB, Alina baru sadar belum ada sejumput nasipun masuk dalam
perutnya, ia hanya mengisinya dengan segelas susu pagi hari tadi. Alina
bergegas merapikah meja dan segera keluar dari ruagan untuk mengisi perut yang
sedari tadi keroncongan. Ia memutuskan untuk membeli makanan cepat saji di
depan kantornya, wajar hanya dengan alasan efisiensi waktu seorang modern
mengorbankan kesehatannya.
Alina memesan menu
yang paling praktis dan cepat dengan harapan cepat pula ia bisa menyelesaikan
laporannya. Namun, pelayanan di resto cepat saji saat ini tidak seperti
biasanya, lambat dan menyebalkan. Hampir 15 menit ia menunggu, pesanananya
belum datang juga. untuk mengurai kebosanan ia terpaksa membuka telepon selulernya,
ia baru sadar siang itu ada telepon masuk dan sebuah pesan singkat. Dalam panggilan
tak terjawab ia tidak mengenal nomor siapa yang tertera disana, salah satu
pesan singkat dengan nomor yang sama ia baru sempat membaca ketika seorang
pelayan memanggil pesanannya, tanda pesanannya sudah jadi.
Tiba di ruangannya alina
tidak berfikir untuk membuka kembali telepon selulernya, yang ia pikirkan hanya
cepat menyelesaikan makanan cepat sajinnya dan menyelesaikan pekerjaannya,
kalau sampai tidak ia akan kembali tidur di ruangannya itu. Satu jam kemudian,
Alina sudah menyelesaikan pekerjaannya untuk hari ini, ia menarik napas lega,
diluar perkiraanya ia dapat menyelesaikan dengan sangat cepat dan efisien “ahh,
ini berkat makanan cepat saji deh kayaknya” gumamnya dalam hati.
Alina mengintip
arloji dipergelangan tangannya, ahh sudah pukul 22.30 rupanya, beruntung ia sudah
berada di dalam taksi yang akan segera mengantarkan pada sebuah kasur empuk,
tempat kesayangannya. Di dalam taksi ia tiba tiba membuka kembali telepon
seluler dan membuka pesan singkat yang dikirim nomor yang tidak dikenal, isinya
seperti ini “ siang lina, bagaimana kabarmu? Semoga kamu baik baik saja, dua
minggu lagi bisakah kamu menyempatkan waktumu untuk datang di hari
pernikahanku? Aku sudah kirimkan undangannya di alamat kantormu, semoga cepat
sampai ya J Tama, maaf lina ini nomor baruku, hapeku kemarin kecopetan”.
Sedetik setelah
membaca pesan singkatnya, mata alina lebih banyak mengeluarkan air mata daripada
huruf yang ada dalam pesan singkat itu. Tubuhnya seketika dingin, gemetar, dan
kaku. Ia selalu ingin menahan air itu untuk tidak jatuh, namun ia tetap tidak
mampu. Semakin ia ingin menahan semakin hatinya tersendak seperti ada yang
ingin dikeluarkan, hasilnya buliran air itu lebih deras. Mulutnya hanya
mengucapkan dengan sangat lirih, “tamaaa... tamaaa....”. sepuluh menit kemudian
taksi sudah sampai di depan rumah, Alina segera membayar dan menyelonong
keluar, yang ia pikirkan segera masuk kamar dan menangis sekencang-kencangnya
dengan ditutupi bantal agar tidak satupun orang yang akan mendengarnya.
Alina menangis sejadi-jadinya sampai ia
tertidur, entah letih akibat tangisannya atau pekerjaannya atau bahkan beban
hidupnya. Pukul 05.30 ia terbangun, ia termasuk telat bangun untuk orang yang
sibuk dengan pekerjaannya, tanpa mandi, ia segera pergi kekantor dan berusaha
melupakan pesan singkat yang dikirim seseorang bernama tama.
Tiba dikantor dengan
terburu buru, hanya selang dua menit ia hampir telat masuk kantor. Di meja
kerjanya sudah ada sebuah paket dengan bungkusan warna merah, seperti amplop.
Alina perlahan membukannya dan...... amplop merah itu berisi undangan
pernikahan yang Tama janjikan, tanggal 25 bulan kelima dalam kalender masehi. Alina
memutuskan untuk cuti dan datang untuk menghadiri pernikahan Tama.
***
“Lina, calon pengatin
gak boleh ngelamun gitu dong!” suara bulik mengganggu lamunanku. Beberapa menit
lagi ia akan menjadi seorang istri dari pria yang sangat baik, bertanggung
jawab, dan pengertian. Ia menjadi seorang wanita yang sangat bahagia karena
akan bersanding disamping seorang pria seperti itu. Alina di apit oleh ibu dan
ayahnya untuk duduk bersama pria itu. Ayahnya sendiri yang akan menikahkan.
“Hendrtama pamungkas,
saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan anak saya bernama Alina binti
Handriyanto dengan seperangkat alat sholat dan emas 20 gram dibayar tunai”
Ayahku menyebutkan
“Saya terima nikah
dan kawinnya Alina binti Handriyanto dengan mas kawin seperangkat alat sholat
dan emas 20 gram di bayar tunai” tama menyebutkan dengan sekali nafas.
Hadirin serentak:
Sah.. Saaaaaahhh
Alina beruntung menemukan kembali Tamanya yang dulu, yang lebih baik,
bertanggungjawab dan perhatian penuh terhadapnya, Tamanya adalah Hendratama
Pamungkas, bukan Aliandra Tama yang tiga tahun lalu meninggalkan alina begitu
saja dan dua tahun lalu mengundang alina dalam pernikahannya di bulan kelima,
tepat dimana alina melepas masa lajangnya, bulan mei.
Yogyakarta, Mei 2014
Ushliha
Komentar
Posting Komentar